Surat untuk Semua

RM09

RM09

Oleh: Rizal Mallarangeng

Saya ingin mengucapkan terima kasih atas perhatian dan simpati Anda semua, baik yang berada di tanah air maupun yang di luar negri. Dalam waktu singkat, lewat Facebook, milis-milis di internet, maupun media massa konvensional di tanah air, begitu banyak yang memberi komentar, salam persahabatan, dukungan, pertanyaan, keraguan, hingga kritik yang tajam terhadap saya.

Teknologi membuka berbagai kemungkinan baru, termasuk dalam menyatukan perhatian beragam komunitas dari berbagai belahan dunia untuk menyampaikan pendapat secara cepat dan personal. Hal ini tentu perlu disambut dengan tangan terbuka.

Saya minta maaf sebab tidak mungkin membalas satu persatu sapaan yang datang kepada saya.

Dalam kesempatan ini, saya hanya ingin menyampaikan bahwa alasan utama bagi saya untuk tampil sekarang adalah untuk memberi alternatif baru dalam proses pemilihan kepemimpinan nasional. Sebenarnya, soal ini bukanlah soal saya sebagai pribadi, tetapi persoalan sebuah generasi dan sebuah bangsa yang harus terus bergerak maju.

Sejak 10 tahun terakhir, pilihan-pilihan kepemimpinan nasional tidak banyak berubah. Gus Dur dan Amien Rais tampaknya masih ingin ikut pemilihan presiden tahun depan, mendampingi Presiden SBY dan Wapres Kalla serta Megawati. Begitu juga Jenderal (purn) Wiranto dan Letjen (purn) Probowo. Mungkin Sultan Hemengkubuwono X dan Letjen (purn) Sutiyoso juga akan turut serta.

Saya menghormati tokoh-tokoh senior tersebut. Tapi apakah pilihan kepemimpinan nasional harus berkisar hanya di seputar mereka, sebagaimana yang terjadi setelah Soeharto lengser? Apakah di Indonesia terjadi stagnasi dalam sirkulasi kepemimpinan nasional, sehingga wajah-wajah baru tidak mungkin muncul sama sekali? Jika di Amerika Serikat muncul Obama (47 tahun) dan di Rusia ada Medvedev (44 tahun), mengapa kita tidak? Bukankah Republik Indonesia sebenarnya dipelopori oleh para tokoh yang saat itu berusia muda, seperti dr. Tjipto Mangunkusumo, HOS Tjokroaminoto, Sukarno, Hatta, Sjahrir?

Somebody has to do something. Kita harus menunjukkan bahwa Indonesia adalah bangsa besar yang dinamis, berjalan mengikuti perubahan zaman dengan membuka diri terhadap berbagai kemungkinan baru. Kita harus berkata kepada para senior tersebut, we respect you, Sir and Madam. But please give some space to our new generation. Sudah saatnya generasi baru kepemimpinan di Indonesia turut serta dalam penentuan kehidupan bersama pada level politik yang tertinggi.

Pemikiran seperti itulah yang memberanikan saya untuk tampil sekarang. Dengan segala kelemahan yang ada, saya bersyukur mendapat kesempatan untuk melakukannya. Memang, kalau dipikir-pikir, kata beberapa kawan dekat saya, keputusan itu agak gila sedikit. Lebih banyak beraninya ketimbang pertimbangan yang dingin dan rasional.

Saya bukan menteri atau mantan menteri. Saya bukan ketua umum partai, bukan presiden atau mantan presiden, bukan jenderal berbintang, bukan anak proklamator, bukan pejabat tinggi, bukan bekas panglima TNI, bukan pula orang kaya raya atau anak orang kaya raya. “Rizal,” kata kawan-kawan dekat saya itu, “you are a bit crazy. No, damn crazy!”

Bahkan, bukan hanya kawan-kawan saya saja, bekas guru besar saya di Columbus, AS, yang sangat saya sayangi pun, Prof. Bill Liddle, berkomentar lirih, “the time is not yours yet. My dear Celli (nama kecil saya), you don’t have any chance whatsoever.”

Terhadap semua itu, saya hanya bisa menjawab, “mungkin anda benar.” Semboyan kampanye saya pun bunyinya rada mirip, If there is a will, there is a way. Pada tahap awal ini, yang ada hanyalah kehendak, kemauan, keberanian, and almost nothing else. Terhadap Bill Liddle saya sempat membalas emailnya dengan kalimat ini: Pak Bill, the “will” is here, and I am working out the “way”.

Mungkin saya akan berhasil, mungkin pula tidak. But let me say this: soalnya bukanlah kalah dan menang, sukses atau tidak. Bahkan sebenarnya, seperti saya telah saya singgung tadi, soalnya bukanlah tentang Rizal Mallarangeng atau siapa pun. Soalnya adalah soal sebuah generasi dan sebuah negri yang kita cintai yang harus bergerak maju, membuka peluang dan kemungkinan-kemungkinan baru.

If what I do will not fly anywhere, saya secara pribadi sudah cukup puas karena saya sudah mencoba menunjukkan bahwa Indonesia tidak membeku, stagnan dengan pilihan-pilihan yang itu-itu saja selama bertahun-tahun.

Namun, kalau toh ada sedikit harapan yang bisa dikatakan saat ini, saya sebenarnya menangkap sebuah isyarat, bahwa dalam masyarakat kita ada sebuah kerinduan terhadap sesuatu yang baru dan segar. But it is much too early to bet on this.

Untuk sementara, saya sudah merasa senang bahwa sekarang sudah mulai ada wacana yang memperbincangkan generasi baru sebagai pilihan kepemimpinan. Kita telah memecahkan glass-ceiling yang membatasi kita selama ini dalam membicarakan kemungkinan baru tersebut di forum publik.

Dengan wacana akan pilihan baru tersebut, siapa pun orangnya, kita bisa mengatakan kepada dunia, bahkan kepada diri kita sendiri, we are a country on the move. Zaman berubah, Indonesia berubah. Zaman bergerak, Indonesia bergerak.

Buat saya secara pribadi, tentu semua itu mengandung dua sisi, sebagaimana setiap hal yang kita lakukan dalam kehidupan ini. This is a serious business, but I am taking it easy. Memang, ada beberapa hal yang menuntut pengorbanan dalam berbagai hal, termasuk kritik pedas terhadap diri saya pribadi. Tapi, saya sengaja memulai semua ini dari Banda Neira, salah satunya dari bekas rumah pengasingan dr. Tjipto Mangunkusumo, sebagaimana yang terlihat dalam iklan dari Sabang sampai Merauke.

Entah kenapa, saya tidak pernah berhenti kagum terhadap tokoh pergerakan kebangsaan yang satu ini, sejak masih mahasiswa sampai sekarang. Dia lahir tahun 1886 dan menjadi dokter generasi pertama hasil didikan Belanda. Sebagai dokter muda di tahun 1920an, dia sebenarnya bisa menduduki posisi sangat terhormat sebagai pegawai pemerintah jajahan, apalagi dia pernah mendapat penghargaan tinggi dari Belanda, Order van Oranye, karena keberhasilannya membasmi wabah pes di Malang.

Tapi ternyata dia memilih jalan berbeda dan, bersama Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara, meletakkan batu pertama perjuangan politik menuju Indonesia merdeka. Dan karena itu, dia diasingkan ke Banda Neira. Di pulau terpencil inilah, di rumah yang disediakan Belanda, ia melewati hari-harinya selama 12 tahun, 1927-1939. Ia meninggal sebelum sempat menyaksikan negri yang dicintainya berhasil merebut kemerdekaan.

Bagi saya, dr. Tjipto Mangunkusumo adalah sebuah inspirasi, sebuah cerita kehidupan tentang kerelaan menanggung konsekuensi dari sebuah cita-cita. Dan setiap orang, setiap kali mengambil tindakan penting, pasti mengalami hal yang sama, dalam konteks yang berbeda-beda.

Dalam konteks saya, pengorbanan yang ada terlalu kecil untuk menjadi bahan cerita. Yang ada adalah rasa terima kasih kepada banyak sahabat yang telah mendorong dan memungkinkan langkah yang saya tempuh. This is a road less-traveled by, dan karenanya saya pun belum bisa menerka titik akhir dari perjalanan ini. Semuanya bergantung pada dukungan anda dan masyarkat umumnya.

Sejauh ini, satu hal yang menyenangkan saya adalah begitu banyaknya perhatian dan tanggapan dari warga Indonesia yang sedang belajar maupun bekerja di luar negri– Amerika Serikat, Jepang, Inggris hingga Bahrain. Dari Sabang Sampai Merauke yang saya tampilkan di Youtube dapat disaksikan dari seluruh belahan dunia, secara serempak, kapan saja, dan dalam situasi apa saja.

Saya pernah sekolah, mengajar dan hidup 8 tahun di Columbus, AS. Saat itu belum ada Youtube, dan saya teringat betapa menyenangkannya mendapat kabar yang hangat dari tanah air. Tapi waktu itu hanya ada bacaan koran dan email. Dengan teknologi baru, apa yang dilihat dan didengar di Metro TV, SCTV, RCTI dan TVOne oleh warga kita di Wamena, Jayapura juga bisa disaksikan oleh mahasiswa kita di Tokyo, Washington DC., dan kota-kota lainnya di dunia.

Hal tersebut patut disyukuri. Kerinduan begitu banyak warga kita di luar negri akan kehangatan berita di tanah air, serta keterlibatan dalam peristiwa atau isu yang sama, dapat terpuaskan. Hal ini membawa dampak positif, berupa ikatan kebangsaan yang makin menebal, yang melewati tapal batas negara. Perasaan memiliki tanah air yang sama dan semangat yang sama akan semakin kental, walaupun, atau justru ketika, derap globalisasi semakin intensif.

Kalau saya boleh mengungkapkan kegembiraan, itulah yang bisa saya katakan sekarang. Saya sudah menyiapkan dua lagi iklan susulan, yang masing-masing akan dimuat selama 2 minggu di berbagai tv nasional dan lokal, hingga setelah 17 Agustus nanti. Ketiga seri iklan inilah yang saya sebut sebagai Trilogi Harapan Baru dan menjadi dasar filosofis dari awal kampanye saya. Mudah-mudahan sambutan terhadapnya juga akan sebaik yang ada saat ini.

Kepada kawan-kawan yang masih belum puas pada jawaban sementara ini, saya mohon maaf. Selain buku saya yang sudah terbit beberapa tahun lalu (Mendobrak Sentralisme Ekonomi, Penerbit: Pustaka Gramedia, 2002), dan banyak tulisan-tulisan saya di berbagai media massa (dapat dilihat di http://www.freedom-institute.org), saya memang masih butuh waktu untuk merumuskan hal-hal yang lebih kongkret.

Pada saatnya nanti, saya akan menjelaskan semua pemikiran saya, yang saya harapkan dapat sedikit menjawab begitu banyak pertanyaan yang ada.

Salam hangat.

Jakarta, 22 Juli 2008

16 Tanggapan to “Surat untuk Semua”

  1. luar biasa pak Rizal! mungkin saya memang bukan pendukung Anda sebagai personal, tapi saya adalah pendukung pemikiran Anda.

    dan saya yakin Robert Frost akan merasa bangga kutipan puisinya Anda gunakan dalam meraih idealisme Anda.

    BRAVO!

  2. ruangpena88 Says:

    salam buat bapak Rizal Malaranggeng. Saya sangat setuju dengan semboyan anda, IF THERE IS A WILL, THERE IS A WAY, atau mungkin lebih tepatnya, ALWAYS THERE IS A WAY. kesempatan dan semua tindakan sangat bergantung pada kemauan diri kita untuk bertindak dan berbuat.

    sedikit kritik, saya harap artikel ini dapat di perbaiki pada alinea ke 10. Tak pernah ada bekas guru Pak, karena ilmunya akan selalu ada di dalam otak dan semua tindakannya akan ada dalam memori kita. jadi tolong, jangan katakan BEKAS GURU BESAR SAYA, tapi GURU BESAR SAYA

    terima kasih. selamat berjuang.

  3. sepakat. indonesia perlu orang-orang yang tak ada hubungannya lagi dengan orla, orba atau yang terakhir ini apa namanya?

    bang rizal mau jadi presiden? aku pilih deh nanti.
    gudlak!

  4. jayalah negri ini ..

  5. Pak Rizal,

    Saya sendiri termasuk orang yang agak anti dengan segala hal yang berbau politik karena tentunya kecewa dengan kepemimpinan di Indonesia yang kurang berani melakukan perubahan yang signifikan di masa yang tidak menguntungkan ini, juga apabila menyaksikan para artis politik di TV yang sepertinya kurang menjanjikan masa depan untuk Indonesia yang lebih baik.

    Calon presiden alternatif yang memiliki track records baik tentunya menjadi pilihan masyarakat Indonesia saat ini. Sebagai masyarakat awam, saya sendiri belum tahu banyak tentang anda, baru baca sekilas dan menonton iklan politik anda. Tapi sejujurnya saya tidak tahu secara detail tentang anda, siapa anda, siapa dibalik rencana majunya anda menjadi capres, atau apa saja yang telah anda lakukan selama ini sehingga layak dipilih oleh orang awam seperti saya ini….

    -cheers,

  6. Niat yang bagus pak rizal,
    Masalahnya,apa ada partai politik yang akan mencalonkan kaum muda?.Memang iklan pak Rizal dan kaum muda lainnya bisa mengubah opini rakyat sehingga memaksa partai untuk menampilkan kaum muda,tapi untuk capres sepertinya mereka belum ‘rela’,paling tidak untuk cawapres terbuka kemungkinan meskipun kecil.Alternatif lain ya melau jalur calon independent,tapi itu juga apa mereka yang duduk di dpr sekarang ‘mau’ menggolkannya?.Mudah-mudahan bisa…..semakin ramai capres-cawapres…kemngkinan kaum/generasi muda akan terbuka.

    Thanks
    http://oktara.wordpress.com

  7. Pak Rizal Yth,

    Semoga “will” yang anda punya bertahan terus sampai ada “way”-nya 😀 . Terus terang saya pribadi hilang selera terhadap dunia perpolitikan di negeri kita tercinta ini. Di saat saya mulai memperhatikan politik dalam negeri (berharap mendapatkan pelajaran yang berharga), saya dihadapkan pada kenyataan betapa bobroknya “pentas” tersebut. Saya pun sempat bertanya dalam hati, apakah yang dipikirkan elit-elit politik beserta tunggangannya (partai) saat merumuskan skenario perpolitikan yang menurut saya merupakan bentuk pembodohan masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih membutuhkan edukasi politik yang sehat.

    Good luck Sir… 😀

  8. indonesia butuh tokoh baru!

    saya dukung perjuangan bapak!

  9. terus, kalo sudah jadi presiden mau ngapain? 😀

  10. saya sih bermimpi mempunyai pemimpin nasional yang 100% antikorupsi. bisakah Anda mewujudkan mimpi saya ini? dan si calon pemimpin itu harus berani tanda tangan kontrak untuk tidak korupsi sekana menjadi pemimpin. Anda mau?

  11. Saya tentunya mendukung. Jadi ingat the secret dan belajar di F-2 dulu. Yah gitu deh… insya Allah bisa.

  12. independent thinker Says:

    YES! There is a need for someone to challenge the status quo. Regardless how hard and how impossible it might be, your action is shifting the status quo. I am for it!
    Indy!

  13. semoga la pak ya,ada rejekinya yang penting sudah usaha..
    iklan anda yang sekarang “bung karno pernah berkata..” pengucapan is is nya agak lebay pak.
    geografisss,politisss,…issss (satu lagi lupa)
    rgds
    asfi

  14. […] anda baca semacam kata pengantar beliau (berjudul : “Surat Untuk Semua”) disana, yang sebagian isinya saya kutip sebagai […]

  15. amir pallawa rukka Says:

    pak rizal,

    saya tak mengenal bapak secara utuh. tapi saya yakin bapak dalam jalan benar untuk mencapai cita.

    cita hanya bisa diraih dengan keberanian dan sedikit tindakan tak lazim. semua orang sukses menjalaninya demikian. bukankah bapak sedang menitinya sekarang?

    jika pencuri saja bisa berhasil mencapai harapannya dengan keberanian, bukankah hal baik juga butuh keberanian?

    tidakkah bapak sadar bahwa hampir semua puncak-puncak peradaban dunia muncul dari pemuda yang nekat? isa al masih dan muhammad, hanya secuil contoh.

    tentang pilihan bapak, saya tiba-tiba ingat kata ayah saya: tidak ada cabe yang pedas, kamu saja yang makan terlalu banyak.

    maka dalam konteks seperti itu, tidaklah berlebihan pula, jika saya menaruh harapan pada pilihan bapak. tak ada yang sulit mencapai sukses, kecuali bapak menyelami kesulitan itu terlalu dalam.

    pak rizal, selamat bergerak.

  16. Saya nggak tahu apakah saya nyoblos atau nggak dalam Pemilu nanti. Sedang berpikir serius nih.

    Saya ingin anda meyakinkan saya : Mengapa saya harus mencoblos anda ? Apa diri anda yang menurut anda menarik sehingga rakyat tertarik dengan anda. Apa differensiasi anda ????

    Saya tidak punya massa sih. Tapi Jawaban anda mungkin menentukan apakah saya golput atau tidak. Itu jika anda menghargai suara orang per orang.

    SALAM …Ya ?

    Terus berjuang Bang.

    Biarpun saya belum tentu mencoblos anda. bagaimanapun saya senang ada kandidat presiden yang cukup menganggap penting kampanye melalui blog.

Tinggalkan Balasan ke mantankyai Batalkan balasan